besti69
besti69
besti69
besti69

Mari mengenal Restorative Justice sejenak

Oleh: Maulana Akbar Al Hakim*)

KEADILAN Keadilan restoratif atau restoratif merupakan pendekatan hukum pidana yang mengandung sejumlah nilai tradisional. Hal ini didasarkan pada dua indikator yaitu nilai-nilai yang menjadi dasar dan mekanisme yang ditawarkannya.

Keadilan restoratif menekankan keadilan dan keseimbangan antara pelaku atau yang dilaporkan oleh korban atau pengadu, yang akan dikenakan proses penjatuhan pidana yang akan diubah menjadi proses mediasi dimana semua pihak akan memiliki hak dan kewajiban yang sama dan setara.

Korban atau pengadu yang dirugikan akan mendapatkan barang atau kerugian yang dialaminya. Sementara pelaku atau terlapor memiliki kesempatan untuk menyelesaikan masalah tanpa melalui proses hukum, juga membutuhkan pihak lain sebagai mediator dalam pelaksanaan keadilan restoratif ini. (Sumber: canva.com).

Keadilan restoratif atau restorative justice juga merupakan implementasi dari pelaksanaan hukum adat yang sudah ada sebelum hukum negara dibentuk dan diberlakukan. Dimana mufakat menjadi proses penegakan yang dapat diterima masyarakat, dimana tradisional ketimuran masih terasa di Indonesia.

Dalam membahas konsep/sistem penerapan restorative justice, terlebih dahulu kita harus membongkar sistem peradilan pidana agar konsep atau sistem restorative justice dapat diimplementasikan.

Keadilan bermartabat bagi penegakan hukum di Indonesia dengan restorative justice atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat melahirkan terobosan penegakan hukum dan penyelesaian hukum yang sesuai dengan masyarakat saat ini.

Konsep ini memberikan perlindungan bagi pelaku dan korban mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, yang tidak merasa dirugikan satu sama lain karena kerugian telah dikembalikan atau diganti sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh masing-masing pihak. Jika kesepakatan telah tercapai, maka ada pemahaman ketidakadilan dari salah satu pihak yang berperkara. Konsep pendekatan dari berbagai sudut, agama, budaya dan hukum itu sendiri.

Dalam sistem peradilan pidana sangat ideal untuk merujuk pada proses hukum sistem hukum ini. Dalam konteks cita-cita tersebut, perlu ditekankan pentingnya peran advokat yang diberi kedudukan lebih besar dalam memberikan bantuan dan memberikan pembelaan dalam sistem peradilan pidana. Dalam sistem peradilan pidana terdapat tiga tahapan penting. Yang pertama adalah praperadilan, yang kedua adalah ajudikasi dan yang ketiga adalah pascapersidangan.

Dalam konteks praperadilan dan pada tahap ajudikasi akses advokat untuk membantu kliennya atau pencari keadilan tidak dapat dijamin sebagaimana dijamin dalam konstitusi, khususnya Pasal 28G yang mengandaikan persamaan, persamaan di depan hukum dan sebagainya. sistem peradilan pidana pada hakekatnya identik dengan sistem penegakan hukum pidana, atau sistem kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana.

Terdapat empat sub sistem yang dilaksanakan, yaitu kewenangan antara kewenangan penyidikan lainnya, kewenangan penuntutan, kewenangan mengadili/terpidana dan kewenangan eksekusi/eksekusi kejahatan. Sebagai penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan terdapat aspek sistem penegakan hukum pidana substantif, aspek sistem penegakan hukum pidana dan aspek formil pelaksanaan sistem penegakan hukum pidana.

Pidana adalah penderitaan yang dengan sengaja ditimpakan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, jadi kejahatan itu sendiri merupakan akibat perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap atau dianggap merugikan seseorang. Berdasarkan pendapat di atas, sistem peradilan melalui proses penyidikan di kepolisian, kejaksaan, putusan pengadilan dan eksekusi.

Dengan demikian, dalam proses penyidikan membutuhkan tahapan-tahapan yang harus dilalui. Ini termasuk memeriksa saksi, mengumpulkan bukti dan kasus untuk mengidentifikasi tersangka. Dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap suatu tindak pidana.

Menurut Muljatno, perbuatan pidana atau yang lebih dikenal dengan tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang melarang dan mengancam berupa suatu kejahatan tertentu, bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Artinya segala sesuatu yang dilanggar oleh seseorang telah diatur dalam undang-undang larangan sehingga orang tersebut dapat dihukum sesuai dengan peraturan.

Penerapan restorative justice dalam proses penyidikan tindak pidana harta benda di Polrestabes Semarang belum terlaksana secara maksimal padahal adat dan pihak yang berperkara telah sepakat dan tidak ada keberatan, oleh karena itu aturan hukum yang telah ditetapkan dan harus dilaksanakan, dalam prakteknya penyidik ​​dapat memberikan masukan untuk dilakukan penarikan keterangan dari saksi yang kurang bukti dan ketentuan Pasal 184 KUHP tidak terpenuhi dan perkaranya dibawa ke SP3.

*) Taruna Politeknik Kementerian Hukum dan HAM