Mengantisipasi Fenomena LGBT, Orang Tua dan Anak Perlu Membangun Komunikasi
RADARWONOGIRI.COM – Seseorang yang masuk ke dalam komunitas LGBT dikatakan berada dalam kondisi yang tidak diinginkan. Diperlukan pemeriksaan yang komprehensif untuk mengetahui penyebab dan menentukan pengobatannya. Faktor komunikasi antara orang tua dan anak juga sangat penting agar anak tidak masuk ke dalam lingkungan ini.
Psikolog Klinis RS Dr Soediran Mangun Sumarso Wonogiri Basuki Rahmad mengatakan, karena faktor tertentu, seseorang bisa menjadi orang yang menyukai sesama jenis. Bisa jadi karena faktor lingkungan atau masalah hormonal.
“Pernah ada pasien saya yang tidak langsung mengatakan dirinya LGBT. Pasien awalnya berkonsultasi tentang masalah keluarga. Setelah ditelusuri, diketahui ia mengalami apa yang disebut papa. Kondisi dimana seseorang kehilangan peran sebagai ayah yang baik,” kata Basuki.
Dalam hal ini, ayah pasien yang bekerja di luar kota selalu memiliki tuntutan yang tinggi terhadap anak-anaknya. Misalnya anak harus berprestasi dan lain sebagainya. Nyatanya, kasih sayang yang diberikan kepada anak-anaknya tidak maksimal. “Jadi seperti kehilangan sosok ayah,” ucapnya.
Di tengah kurangnya perhatian dan kasih sayang sang ayah, di perusahaannya pasien menemukan sosok laki-laki yang lebih dewasa dan dapat mengasuh, memahami, dan melindungi seperti seorang ayah. Dari kenyamanan yang ada, pasien kemudian menikmati kebersamaan dengan sesama jenis hingga berhubungan intim dengan orang tersebut.
“Untuk mengetahui mengapa seseorang menjadi penyuka sesama jenis, harus melalui pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini juga untuk menentukan pengobatan yang tepat. Jadi bisa ditangani,” ujarnya.
Sedangkan faktor lingkungan dapat mendorong seseorang untuk menjadi LGBT. Misalnya, ada banyak kampanye dukungan LGBT di media sosial.
“Selain itu, ketika di lingkungan sosial banyak orang yang seperti itu (LGBT) seseorang bisa terpengaruh meski awalnya suka lawan jenis,” ujarnya.
Kemudian, seseorang juga bisa menjadi biseksual. Dimana seorang pria sudah memiliki istri tetapi juga memiliki pasangan gay.
“Faktor sosial bisa sangat dominan. Tapi bisa juga karena masalah hormon, ujarnya.
Nah, orang tua harus dekat dengan anak. Dengan begitu ketika terjadi perubahan perilaku pada anak yang mengarah pada LGBT akan terdeteksi.
“Jadi kalau tiba-tiba kebiasaan anak berubah, orang tua harus peka. Kuncinya dekat dengan anak dan terbuka. Kalau tidak dekat, kepekaannya akan berbeda. Orang tua juga setidaknya harus tahu apa itu LGBT secara umum, ” dia berkata.
Komunitas anak juga harus dipahami oleh orang tua. Siapapun yang berinteraksi dengan anak-anak. Ketika orang tua merasa anaknya terhadap LGBT, misalnya dari perilaku atau pakaiannya, orang tua bisa langsung berkonsultasi dengan profesional. Dengan begitu, pengobatan bisa dilakukan sesuai dengan kondisi anak.
Sementara itu, dokter spesialis kesehatan jiwa RS Dr Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, dr Romy Novrizal Sp. KJ menambahkan, penanganan terhadap LGBT dapat dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Baik secara psikologis atau klinis.
“Misalnya karena hormon, bisa dilakukan terapi hormon. Sedangkan jika karena faktor eksternal, bisa dilakukan terapi perilaku kognitif (CBT),” ujarnya.
Dengan CBT, terapi dilakukan agar seorang LGBT kembali ke kondisi normal. Dimana seseorang memiliki orientasi seksual terhadap lawan jenis.
“Jadi perlu dilakukan pemeriksaan secara komprehensif terlebih dahulu untuk menentukan penanganannya,” ujarnya. (al/bun/dam)
Reporter: Ivan Adi Luhung