Meningkatkan GPK melalui pelatihan, guru kelas sasaran dan BK
RADARSOLO.COM – Perbandingan guru pendamping khusus (GPK) dengan siswa berkebutuhan khusus (ABK) di Kota Solo cukup mencolok. Idealnya, seorang GPK dapat mendampingi maksimal empat siswa berkebutuhan khusus. Namun fakta di lapangan, sebuah GPK harus menghidupi lebih dari 10 siswa ABK.
Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Pendidikan Disabilitas dan Inklusif (PLDPI) Kota Surakarta, Siwi Purno menjelaskan, pihaknya rajin mengadakan pelatihan bagi guru kelas maupun bimbingan dan konseling (BK). Baik tingkat PAUD, SD, dan SMP. Mereka diarahkan untuk mendapatkan bekal sebagai GPK.
“Idealnya dua guru, maksimal empat guru per sekolah. Menurut data, di Kota Solo ada 675 siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan GPK hanya memiliki 167 guru. Jumlah itu sangat kurang. Seharusnya lebih dari 200 guru. GPK,” kata Siwi, Kamis (11/5/2023).
Kekurangan GPK dialami oleh SMPN 23 Surakarta. Kondisi ini diakui oleh guru bimbingan konseling yang juga merupakan GPK SMPN 23 Surakarta Rahmad Aji Indra. Ia mengaku tidak memiliki dasar sebagai lulusan guru pendidikan luar biasa (PLB).
“Latar belakang saya guru BK. Di sini mendampingi 10 siswa berkebutuhan khusus. Sebenarnya tidak hanya di sini. Rata-rata sekolah negeri hanya punya satu GPK,” ujar Rahmad, Kamis (11/5/2023).
Keterbatasan GPK membuat SMPN 23 Surakarta yang merupakan salah satu sekolah inklusi memperketat penerimaan siswa berkebutuhan khusus. Memiliki IQ minimal di atas 70, dari hasil tes yang diberikan. Sekolah ini bahkan tidak menerima siswa tunanetra mengingat keterbatasan sarana prasarana (sarpras) untuk menunjang pembelajaran.
“Mayoritas (ABK) yang kami terima adalah siswa berkelainan lambat belajar (slow learner) dan tunadaksa ringan. Kalau tunanetra belum. Ya karena fasilitasnya kurang memadai. Takutnya siswa tidak berkembang. ,” dia menambahkan.
Selama ini Rahmad dan guru BK di sekolah lain dituntut untuk terus belajar menangani siswa ABK. Melalui pelatihan, seminar, dan diskusi bersama.
“Di Solo kan ada forum GPK. Biasanya kita sharing disitu. Dinas (pendidikan) biasanya hadir, memberikan ruang bagi kita untuk belajar bagaimana menangani siswa ABK. Kalau ada masalah, dicarikan solusinya,” terangnya. (ian/fer/bendungan)
Reporter: Septian Refvinda Argiandini